anjing laut

Rabu, 29 Januari 2020

Definisi Kesenian

Image result for kesenian



   Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat.


Berikut ini adalah pengertian dan definisi kesenian menurut beberapa ahli:


# KOTTAK

seni sebagai kualitas, hasil ekspresi, atau alam keindahan atau segala hal yang melebihi keasliannya serta klasifikasi objek-subjek terhadap kriteria estetis


# J.J HOGMAN
Kesenian adalah sesuatu yang mempunyai unsur ideas, activities, dan artifacts


# KUNTJARANINGRAT
Kesenian adalah suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan dimana kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat dan biasanya berwujud benda-benda hasil manusia.


# WILLIAM A. HAVILAND
Kesenian adalah keseluruhan sistem yang melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif di dalam sebuah kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu


# IRVING STONE
Kesenian adalah kebutuhan pokok. Seperti  roti atau anggur atau mantel hangat dimusim dingin. Mereka yang mengira kesenian adalah barang mewah, pikirannya tidak utuh. Roh manusia menjadi lapar akan kesenian seperti halnya perutnya keroncongan minta makan


Kesenian Jawa Timur

Kisah Cinta Roro Suminten dan Raden Subroto dalam Warok Suromenggolo

Image result for Kisah Cinta Roro Suminten dan Raden Subroto dalam Warok Suromenggolo Home Kesenian Jawa Timur

   Warok Suromenggolo merupakan salah seorang pembesar pasukan (manggala) yang berasal dari Kadipaten Ponorogo, Jawa Timur. Sisi kehidupannya penuh intrik politik namun menyimpan kisah cinta yang cukup romantis. Anak Suromenggolo bernama Roro Warsiyani yang mencintai Raden Subroto anak Adipati Ponorogo dipentaskan dengan apik lewat pagelaran seni dan teatrikal tradisional bertitel Warok Suromenggolo. Para pemain yang memainkan seni teater Dongkrek ini dimainkan oleh Paguyuban Reog Ponorogo Jabodetabek di Sasono Langen Budaya, Taman Mini Indonesia Indah pada Juli lalu.
Ponorogo sebagai kadipaten dari Kerajaan Majapahit di masa kekuasaan Bhre Kertabumi yang bergelar Brawijaya V (1468-1478), menyimpan sejarah mengenai sosok Raden Panembahan Batara Katong adik dari Raden Patah, Sultan Demak. Raden Batara Katong sendiri mempunyai sosok pengawal (manggala) kerajaan yang amat setia bernama Warok Suromenggolo, yang sakti mandraguna. Ponorogo dibawah pemerintahan Adipati Raden Batara Katong, mengalami kemajuan dan kemakmuran, Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karto Rahajo. Namun ketika ia sudah menua, kepemimpinan beralih kepada anaknya, Panembahan Agung.
Banyak intrik yang akan dilancarkan untuk memberontak kepada Panembahan Agung. Warok yang terkenal selain Suromenggolo antara lain, Suro Handoko,Gunoseco, Honggojoyo, dan Sino Kobra, ingin memberontak dan maksud ini diendus oleh Suromenggolo. Suromenggolo bertekad mempertahankan kepemimpinan yang ada.
Dalam teater Dongkrek ini, dikisahkan Jin Kluntung Wuluh menari diiringi bala tentaranya yang melingkar mengitari dengan gerak loncat kesana kemari. Kemudian muncul sosok tokoh pemuda memerankan Jin Kluntung Mungil dengan muka yang sangar mengadu kepada ayahnya Jin Kluntung Wuluh, bahwa dirinya ingin menikahi seorang wanita anak manusia. Namun sang Kluntung Mungil malah menampar anaknya.
Si Jin Kluntung Mungil ditolak untuk menikahi Cempluk atau Roro Warsiyani anak  Suromenggolo. Sang ayah Kluntung Wuluh mengatakan kepada anaknya, "Anak polah bopo kepradah, anak bertingkah bapaknya ikut terkena imbasnya".
Atas masalah anaknya, sang ayah Kluntung Wuluh mencoba membangunkan seorang petapa yakni Warok Suro Handoko, dengan mengeluarkan ilmu sakti yang dimiliki Jin Kluntung Wuluh, Warok Surohandoko pun terbangun dari pertapaannya dan membuat pasukan jin kocar-kacir.
Warok Surohandoko yang terbangun kemudian meminta kepada Raja Jin Kluntung Wuluh penguasa Gunung Dloka, untuk menjadikan dirinya seorang Warok yang paling unggul di wilayah Ponorogo, dengan mengalahkan kakaknya warok Suromenggolo. Raja Jin Kluntung Wuluh kemudian memberikan syarat bahwa Anaknya harus bisa menikah dengan Cempluk, anak dari Warok Suromenggolo.

Sebuah pusaka diberikan oleh Jin Kluntung Wuluh kepada Warok Surohandoko, berupa Aji dawet upas, berupa minuman yang berbahan cendol yang terbuat dari mata manusia. Melalui Aji Dawet Upas, Suromenggolo akan menderita luka bakar dan jatuh pingsan.
Warok Suromenggolo yang berpegang teguh dengan ajaran kemanusiaan, bertempur dengan adiknya Warok Surohandoko. Keduanya menggunakan kekuatan kanuragannya dan senjata yang sama yakni kolor sakti. Warok Suromenggolo memenangkan pertarungan itu.
Kemudian para penari jatilan masuk ke panggung, terdiri dari 8 orang penari putra dan 8 orang penari putri. Mereka saling bergantian menari antara putra dan putri. Diantara mereka juga terjadi parodi-parodi yang menyebabkan penonton tertawa. Sampai akhirnya masuklah reog ke atas panggung berputar-putar menari dan beratraksi.
Adegan dilanjutkan dengan Roro Suminten yang masuk ke panggung. Roro Suminten merupakan anak dari Warok Gunaseco yang mencintai Raden Subroto. Namun Warok Suromenggolo mengatakan kepada Roro Suminten bahwa Raden Subroto tidak mencintai Roro Suminten melainkan mencintai Roro Warsiyani (Cempluk). Mendengar cerita tersebut, Roro Suminten pun pingsan, tersadar dan menangis meratapi Raden Subroto. Persiapan perkawinan menjadi gagal dan undangan tersebar luas, akhirnya Roro Suminten menjadi gila. Keluarga Warol Gunaseco pun menjadi dendam, berkeinginan untuk membunuh Cempluk.
Terjadilah mediasi antara Warok Suromenggolo dan Gunaseco. Si Suromenggolo berdebat dengan Warok Gunaseco terkait dosa Cempluk, sehingga harus dibunuh. Mediasi menemui jalan buntu dan berakhir dengan perkelahian keduanya. Ketika Warok Gunaseco mulai kalah munculah Warok Surohandoko dengan menyiramkan Aji Dawet Upas ke muka Warok Suromenggolo mengenai mata Warok Suromenggolo. Namun luka tersebut sembuh seketika dengan pusaka Ruyung Bang pemberian sang Guru Batara Katong. Warok Suromenggolo akhirnya mengajak duel keduanya. Ketika keduanya hampir kalah, munculah Warok Singobowo dari Perguruan Argo Wilis, mendamaikan ketiganya yang bertikai.
Tak lama kemudian, Roro Suminten yang gagal menikah dengan Raden Subroto, hadir diatas panggung dengan istrinya Roro Warsiyani (Cempluk) muncul ke atas panggung, dengan menggunakan jaran kepang (kuda lumping) dan berceloteh tak tahu arah, layaknya orang gila. Perlahan-lahan Roro Suminten mulai sadar dari gilanya, berkat kesaktian Warok Suromenggolo. Setelah sembuh, Warok Suromenggolo meminta Raden Subroto untuk mempersunting Roro Suminten sebagai istri keduanya. 

Kesenian Jawa Barat



Dua sisi Kehidupan Manusia dalam Tari Kedok Ireng

Image result for Dua sisi Kehidupan Manusia dalam Tari Kedok Ireng

   Manusia memiliki dua sisi yang selalu melekat dalam dirinya yakni baik dan buruk. Sepanjang hidupnya, terkadang manusia harus menggunakan topeng untuk menutupi identitasnya. Topeng atau yang biasa disebut kedok ini akan terus melekat selama manusia menjalani kehidupannya. Dua sisi kehidupan inilah yang menjadi inspirasi dari tari kedok ireng tarian yang berasal dari Jawa Barat.
Pada awal tarian, tiga orang penari duduk bersila di tengah panggung. Dengan kostum berwarna cerah, kemudian mereka membungkuk dan tidak lama mereka berdiri dan sudah memakai topeng yang berwarna merah muda. Kemudian dari samping panggung muncul tujuh penari yang melengkapi formasi tari kedok ireng. Dengan gerakan yang lentur, mereka berpasang-pasangan menari-nari dengan menggunakan topeng. Formasi berpasangan ini seperti menandakan bahwa dua sisi baik dan buruk akan selalu ada dalam diri manusia.
Kesepuluh penari terlihat semakin enerjik dengan sesekali melompat dan melemparkan selendang. Di lain gerakan, mereka juga melepas topeng dan berputar-putar. Para penari juga sesekali membentuk formasi seperti ingin memberikan sambutan kepada penonton. Dengan iringan musik yang berasal dari kendang dan gamelan yang rancak, gerakan-gerakan penari ini semakin menarik untuk disaksikan.
Kedok ireng sendiri berasal dari dua kata yang memiliki arti berbeda. Kedok memiliki arti sebagai penutup wajah dan ireng berarti hitam. Secara umum, kedok ireng memiliki makna gambaran hidup seorang manusia yang dilihat dari sisi baik dan buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan pada dua sisi kehidupan yang akan selalu melekat dalam diri manusia hingga sang maut menjemput.

Kesenian Jakarta

 Tanjidor, Riwayat Musik Eropa yang Melegenda di Jakarta


Image result for Tanjidor, Riwayat Musik Eropa yang Melegenda di Jakarta
     
    Kesenian Betawi ini sudah mulai jarang ditemukan, keberadaannya hanya bisa kita lihat pada hajatan-hajatan besar warga Betawi di Jakarta. Inilah tanjidor, kesenian tradisional Betawi yang melibatkan beberapa orang pemain musik untuk memainkannya.
Tanjidor pertama kali masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-18 yang saat itu dimainkan untuk mengiringi atau mengarak pengantin. Musik tanjidor sendiri mendapatkan pengaruh kuat dari musik Eropa. Dalam kesenian tanjidor terdapat beberapa alat musik seperti trombone, terompet, klarinet, piston, drum, dan simbal.
Sejarah nama tanjidor berasal dari kata dalam bahasa Portugis 'Tangedor' yang memiliki arti alat-alat musik berdawai (Stringed instrumens). Saat ini, di Portugal sendiri tanjidor masih digunakan untuk mengikuti pawai-pawai keagamaan seperti pesta Santo Gregorius.
Di Jakarta tanjidor biasanya dimainkan 7 sampai 10 orang pemain musik. Para pemain Tanjidor kebanyakan berasal dari kota-kota di luar Jakarta, seperti di daerah Tangerang, Bekasi, Depok, dan Indramayu. Orkes-orkes tanjidor ini biasa memainkan lagu-lagu antara lain kramton, Bananas, cente manis, kramat karem, merpati putih, dan surilang. 

Kesenian Papua Barat



Adaptasi Dalam Makna Lagu Atawenani


Image result for Adaptasi Dalam Makna Lagu Atawenani

     Nada-nada indah terdengar mengiringi sebuah tarian khas Suku Moy yaitu Tari Wutukala. Tarian yang berasal dari wilayah pesisir Sorong ini bercerita tentang upaya penangkapan ikan dengan menggunakan air tuba. Lagu daerah yang mengiringi pun bercerita tentang hal yang tidak jauh berbeda dan lagu ini berjudul Atawenani.
Sama seperti Tari Wutukala, Lagu Atawenani juga merupakan lagu daerah khas suku Moy. Lagu ini berirama cepat dan bernuansa gembira. Atawenani menceritakan tentang kisah para nelayan suku Moy yang mencari ikan dengan tombak, namun mengalami kesulitan. Hingga pada akhirnya, para kaum wanita membawa racun tuba yang membuat ikan-ikan pusing dan akhirnya mudah untuk ditangkap. Atawenani adalah sebuah lagu pengiring tari Wutukala dengan makna yang berisi ucapan syukur dan kebahagiaan Suku Moy.
Lagu Atawenani akan dimulai dengan sebuah hentakan bertempo cepat di awal tarian Wutukala. Para Penari pria pun masuk dan menggambarkan usaha mereka dalam mencari ikan dengan tombak. Lagu di awal tarian ini tidak menggunakan banyak instrument dan lebih menekankan pada syair yang diucapkan dengan tegas. Syair lagu ini bercerita tentang bagaimana para pria suku Moy berjuang mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan pangan suku tersebut.
Para pria ini kesulitan mendapat ikan dan lagu pun berhenti tiba-tiba. Lagu kembali dimainkan dengan instrumen musik yang ramai. Para penari wanita pun masuk membawa sebuah inovasi dalam mencari ikan dengan menggunakan racun tuba. Irama musik berangsur cepat dan ramai, seolah menggambarkan kegembiraan. Para penari pun kini berbaur dan melakukan gerakan yang menggambarkan kegembiraan mereka karena mendapatkan ikan yang begitu banyak.
Lagu akan terus mengiringi liukan badan para penari. Atmosfer semangat dan bahagia begitu tergambar dari perpaduan gerak tari dan lagu Atawenani. Lagu ini pun berfungsi memberi semangat tambahan bagi para penari sehingga mereka dapat bergerak semangat dan tersenyum ketika membawakan tari Wutukala.
Pada awalnya, lagu Atawenani hanyalah lagu pengiring tarian yang dibawakan dengan alat-alat musik tradisional seperti Tifa (alat tabuh khas Papua) atau Taburah (alat tiup Papua yang berasal dari cangkang kerang raksasa). Namun, seiring perkembangan jaman para musisi suku Moy mulai menggunakan alat musik modern yang berupa gitar untuk mengiringi nyanyian. Kini, lagu Atawenani pun semakin meriah dan bersemangat termasuk di dalam acara-acara adat yang ditampilkan bagi kepentingan pariwisata.
Lagu Atawenani adalah salah satu hasil kesenian khas Papua Barat yang beradaptasi dengan perkembangan jaman modern. Lagu ini adalah sebuah peringatan penuh makna sekaligus daya tarik seni dalam dunia pariwisata. Atawenani adalah sebuah hasil karya dinamis tradisional Papua Barat yang tak lekang dimakan waktu tetapi justru bertumbuh dengan evolusi penyempurnaan. Pada akhirnya, Atawenani adalah sebuah kearifan lokal tradisional Papua yang harus tetap terjaga kelestariannya demi generasi mendatang.

Kesenian Maluku



Tari Salai Jin yang Mistis dan Keberadaannya Kini


Image result for Tari Salai Jin yang Mistis dan Keberadaannya Kini

     Mata yang tajam melihat fokus ke depan. Butiran peluh keringat menetes perlahan dari wajah. Beberapa orang bahkan mengecapkan bibirnya seakan ragu akan apa yang akan dilakukan. Kaki-kaki telanjang itu bergantian terangkat tanda bahwa lantai yang diinjak mulai terasa panas. Tubuh mereka seakan terasa berat sebelum dimulainya tarian. Inilah mereka para penari Tarian Salai Jin.
Salai Jin adalah sebuah tarian yang berasal dari Ternate, Maluku Utara. Tarian ini sarat akan nilai magis dan merupakan tarian etnik suku asli Ternate. Inti dari tarian ini adalah sebuah pesan terhadap para makhluk gaib yang berupa Jin. Pada masa lalu, tarian ini dipakai oleh nenek moyang masyarakat Ternate untuk berkomunikasi dengan bangsa Jin yang berada di alam gaib. Tujuan dari komunikasi ini adalah meminta bantuan para Jin untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh manusia. Salah satu persoalan yang paling sering menjadi alasan tarian ini diadakan adalah penyakit yang diderita oleh salah seorang anggota keluarga.
Biasanya tari Salai Jin memang dilakukan secara berkelompok. Tidak ada masalah bila yang melakukan pria seluruhnya, sebaliknya, atau campuran antara pria dan wanita. Yang pasti jumlah sang penari haruslah genap untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Walaupun demikian, penari tarian ini biasanya akan mengalami kemasukan roh halus yang berupa Jin. Hal ini masih terjadi hingga masa modern ini dan situasi ini adalah nilai lebih dari tarian ini.
Para penari pun memasuki arena tari. Kelompok pria memasuki pelataran terlebih dahulu. Mereka sudah siap memegang sebuah tempat dengan kemenyan yang sudah dibakar. Langkah mereka begitu tertata dan dengan perlahan gerakan-gerakan yang tampak mistis pun mereka lakukan. Api kemenyan menimbulkan asap yang muncul di tengah-tengah tarian mereka, hal ini semakin menambah aura magis di lokasi mereka menari.
Suasana semakin tegang ketika kelompok wanita pun masuk dan membaur dalam barisan para pria. Mereka membawa seikat daun palem (woka) yang kering di tangan mereka sebagai pelindung mereka dari kekuatan roh jahat. Gerakan demi gerakan pun mereka lakukan hingga para penari wanita berlutut di tengah-tengah kelompok pria yang memegang bakaran kemenyan. Para wanita terlihat mulai tidak sadarkan diri dan memutar bagian atas tubuh mereka mengikuti irama lagu yang menambah nilai magis tarian ini.
Tarian ini pada awalnya tidak boleh sembarangan ditarikan. Hanya orang-orang yang sudah terpilih dan memiliki kekuatan menangkal kekuatan gaib saja yang dapat membawakan tarian ini. Namun seiring perkembangan waktu, ketika tarian ini kemudian menjadi sebuah atraksi pariwisata di Ternate, tarian ini pun mengalami beberapa modifikasi. Bakaran kemenyan tidak lagi menjadi keharusan dan dapat digantikan dengan arang biasa yang berasal dari tempurung kelapa. Selain itu, pakaian para penari pun sudah mengikuti gaya modern dengan warna-warna mencolok yang menarik untuk dilihat.
Walaupun kehadiran Jin dan proses kemasukan roh halus di tubuh para penari sudah jarang terjadi, namun kondisi magis tetap dipertahankan dengan musik, mimik wajah, dan gerakan para penari yang menyiratkan hal mistis. Situasi ini penting untuk dipertahankan karena para penari menyadari bahwa daya tarik tarian ini memang ada di nilai kemagisannya. Bahkan, tarian ini seringkali menjadi pilihan utama sebagai salah satu tari penyambutan ketika tamu-tamu kenegaraan datang mengunjungi Ternate

Kesenian Nusa Tenggara Timur



Sasando, Alat Musik Berdawai Khas Pulau Rote


Image result for Sasando, Alat Musik Berdawai Khas Pulau Rote

     Alat musik yang satu ini konon sudah digunakan masyarakat di Rote, Nusa Tenggara Timur sejak abad ke-7. Inilah sasando, alat musik khas Pulau Rote yang sekilas mirip gitar.
Sasando memiliki bagian utama berbentuk tabung panjang yang terbuat dari bambu. Pada bagian tengah alat musik berdawai ini berbentuk melingkar dari atas ke bawah. Dawai-dawai pada sasando direntangkan di tabung dari atas ke bawah yang sudah diberi ganjalan-ganjalan.
Berdasarkan struktur nada, sasando dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, sasando gong dengan sistem nada pentatonik memiliki dua belas dawai. Sasando jenis ini biasanya hanya bisa digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional masyarakat di Pulau Rote.
Kedua adalah sasando biola. Sasando ini memiliki sistem nada diatonik dengan jumlah dawai mencapai 48 buah. Kelebihan dari sasando ini terletak pada jenis lagu yang bisa dimainkannya lebih bervariasi. Sasando ini diperkirakan mulai berkembang di akhir abad ke-18 dan berkembang di Kupang.   
Sasando biasanya dimainkan untuk mengiringi lagu pada tarian tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 1960-an, alat musik ini telah dimodifikasi menjadi sasando elektrik atas prakarsa seorang pakar permainan sasando di NTT bernama Edu Pah. 

Kesenian Aceh



 Gerakan Menghentak Tari Ratoh Jaroe

Image result for Gerakan Menghentak Tari Ratoh Jaroe

     Minggu Sore itu (19/4) halaman Tugu Api Taman Mini Indonesia Indah ada yang berbeda. Ribuan orang penari yang terdiri dari para pelajar yang ada di Jakarta sudah berbaris membentuk formasi tertentu untuk menarikan salah satu tarian aceh, ratoh jaroe.
Sekitar 1700 penari dengan pakaian khas penari aceh ini berbaris memenuhi seluruh area Tugu Api. Dengan baju beraneka warna, para penari terlihat antusias untuk bersama-sama menarikan tari ratoh jaroe, salah satu tarian khas dari Aceh.
Begitu musik yang berisi syair-syair keagamaan yang dalam bahasa Aceh disebut Rapa'i mulai dimainkan, serentak seluruh penari melakukan gerakan yang kompak. Gerakan tangan yang bergerak ke atas dan kebawah dan sesekali kepala yang juga bergerak ke kanan dan ke kiri membuat pertunjukan tari ratoh jaroe begitu semarak untuk disaksikan.

Kreasi-kreasi gerakan yang kompak serta formasi yang rapih menjadikan sajian pertunjukan sekitar 1700 penari yang digagas Rumoh Budaya serta mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah Aceh ini menjadi tontonan yang bagus untuk disaksikan.

Melihat Tari Ratoh Jaroe, sekilas memang mirip dengan tari saman yang begitu populer di Aceh. Namun, ada sedikit perbedaan pada gerakan di antara kedua tarian ini. Jika pada tari saman gerakan lebih kepada menonjolkan gerakan badan sementara untuk tari ratoh jaroe lebih dominan gerakan-gerakan tangan serta gabungan dari gerakan badan.

Kesenian Bengkulu



Dol, Hentakan Irama Gendang Tradisional Bengkulu


Image result for Dol, Hentakan Irama Gendang Tradisional Bengkulu

     Hentakan irama ritmis dari tabuhan alat musik yang satu ini mampu memberikan kemeriahan tersendiri. Semangat tetabuhan dari alat musik yang satu ini biasanya membuat setiap pertunjukan menjadi hidup dan semangat. Inilah dol, gendang khas asal Bengkulu yang biasanya dimainkan beramai-ramai.

Seperti yang tersaji saat para penabuh dol membuka acara pertunjukan parade tari nasional di Taman Mini Indonesia Indah dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun yang ke-40. Beberapa penabuh dol menabuh secara bersama-sama dengan irama yang sama dan membuat pertunjukan menjadi lebih semarak.
Sekilas, bila dilihat bentuknya, dol terlihat seperti perkusi. Namun bunyi yang dihasilkan dari alat musik ini tidaklah sama dengan perkusi. Dol terbuat dari kayu atau bonggol kelapa yang dikenal kuat namun ringan. Bonggol pohon kelapa ini kemudian diberi lubang pada bagian atasnya.
Terakhir, baru ditutup dengan kulit kambing atau kulit sapi. Untuk diameter dol, biasanya yang memiliki ukuran yang besar mencapai 70 - 125 cm dengan tinggi mencapai 80 cm. Sementara itu, untuk alat pemukul dol biasanya memiliki diameter sekitar 5 cm dengan panjang sekitar 30 cm. Pembuatan dol biasanya membutuhkan waktu sekitar 3 minggu tergantung dari kesediaan kayu yang ada.

Dol dapat dimainkan dengan 3 teknik yang biasanya mengikuti suasana pertunjukan dimana dol dimainkan. Seperti, teknik suwena, dalam teknik ini biasanya dol dimainkan dengan tempo lambat. Teknik ini biasanya dimainkan saat suasana duka cita.

Ada juga teknik tamatam yang biasanya dimainkan dengan suasana riang. Dalam teknik ini dol dimainkan dengan tempo cepat dan konstan. Teknik terakhir adalah suwari, teknik ini dimainkan dengan tempo pukulan satu-satu dan biasanya dimainkan saat perjalanan panjang. Dalam memainkan dol, biasanya disandingkan dengan alat musik lainnya seperti tassa, sejenis rebana yang dipukul dengan menggunakan rotan.
Dahulu dol biasanya dimainkan pada acara-acara khusus seperti perayaan tabot yang dilakukan masyarakat Bengkulu yang masih keturunan tabot. Dol tidak bisa dimainkan oleh sembarang orang, hanya orang-orang keturunan tabot saja yang boleh memainkan alat musik ini.  

Seiring perkembangan, dol mulai banyak dimainkan di berbagai acara khusus. Seniman-seniman di Bengkulu belakangan juga giat mengenalkan dol ke tengah-tengah masyarakat umum. Bahkan, bagi yang tertarik memiliki dol, alat musik yang biasanya di cat dengan warna-warna cerah ini biasanya dijual dengan harga antara Rp850.000 hingga jutaan rupiah tergantung besar kecilnya dol.

Kesenian Kalimantan Tengah

Kerajinan Rotan Kabupaten Katingan

Image result for Kerajinan Rotan Kabupaten Katingan

     Kalimantan kaya akan berbagai sumber daya alam. Begitu pula dengan Kabupaten Katingan di Kalimantan Tengah. Kabupaten yang beribukota di Kasongan ini merupakan penghasil rotan terbesar di Kalimantan. Dari 13 kecamatan, tercatat 10 di antaranya merupakan wilayah penghasil rotan. Tak heran jika Kabupaten Katingan mampu menghasilkan 500 ton lebih rotan dalam waktu sebulan.

Rotan memang sejak dulu sudah menyatu dengan kebudayaan masyarakat Suku Dayak di Katingan. Selain digunakan dalam berbagai upacara dan perayaan, rotan juga dimanfaatkan menjadi bahan pangan yang lezat. Belakangan ini, hubungan rotan dengan Suku Dayak di Katingan semakin erat. Tidak hanya untuk keperluan upacara dan bahan pangan, rotan juga telah dikembangkan menjadi bahan pembuat kerajinan.
Pemerintah Kabupaten Katingan telah melakukan berbagai upaya agar kerajinan rotan dikenal oleh masyarakat luas. Usaha-usaha tersebut antara lain mendirikan sekolah menengah kejuruan yang fokus pada kerajinan rotan, menjalin kerjasama dengan lembaga perbankan untuk peminjaman modal usaha kerajinan rotan, hingga melakukan berbagai pelatihan.
Pemerintah Kabupaten Katingan juga telah menginstruksikan kepada pemilik perkebunan rotan untuk membudidayakan rotan jenis tertentu. Rotan yang dibudidayakan antara lain rotan manau, rotan taman, dan rotan sabutan. Ketiga jenis rotan tersebut merupakan jenis rotan yang biasa digunakan sebagai bahan utama pembuatan kerajinan.
Kerajinan rotan yang dihasilkan masyarakat Katingan memiliki perbedaan jika dibandingkan kerajinan rotan dari Pulau Jawa. Kerajinan rotan Katingan menggunakan motif khas Dayak, seperti kemang atau burung tingang. Motif-motif tersebut memang sudah melekat dengan kebudayaan dan menjadi ciri etnisitas Suku Dayak.
Awalnya, produk-produk kerajinan rotan Kabupaten Katingan sebagian besar berupa alat-alat keperluan rumah tangga, seperti aneka wadah, tas sayur, dan tikar. Seiring berjalannya waktu dan pengembangan yang dilakukan, kerajinan rotan Katingan kini telah memproduksi berbagai mebel (seperti kursi, meja, dan pembatas ruangan) hingga benda-benda penunjang kehidupan modern lainnya. Selain itu, kerajinan rotan pun telah dipadukan dengan bahan lain seperti kulit sehingga menghasilkan produk yang memenuhi unsur praktis tanpa melupakan nilai estetis.
Harga yang ditawarkan para perajin rotan Kabupaten Katingan juga cukup variatif. Aneka kerajinan rotan yang mereka hasilkan ditawarkan mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Tas dan wadah biasa dijual dengan harga seratus ribu, atau bisa lebih mahal tergantung ukuran dan kerumitan motif yang ditawarkan.
Aneka kerajinan rotan yang dihasilkan para perajin Kabupaten Katingan tidak hanya dipasarkan di dalam negeri. Produk-produk kerajinan ini telah dipasarkan ke luar negeri, terutama Eropa. 

Kesenian Sulawesi Utara

Salude, Alat Musik Berdawai Dua Khas Sulawesi Utara

Image result for Salude, Alat Musik Berdawai Dua Khas Sulawesi Utara
     
Kolintang selama ini identik dengan Provinsi Sulawesi Utara. Namun, di provinsi yang memiliki ibukota di Manado ini terdapat satu alat musik tradisional lainnya yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat yaitu salude.

Salude merupakan alat musik sejenis sitar tabung yang termasuk dalam kelompok ido-kardofon. Cara memainkan alat musik tradisional ini dengan cara dipetik serta dipukul dengan pelepah pinang.
Alat musik salude memiliki dua dawai yang diperoleh dari kulit ari. Salude sendiri terbuat dari seruas bambu. Pada bagian tengah badan bambu terdapat lubang yang memiliki fungsi sebagai resonator.

Kesenian Jawa Timur

Tari Petik Pari, Simbol Budaya Masyarakat Agraris

Image result for Tari Petik Pari, Simbol Budaya Masyarakat Agraris

     Satu persatu penari naik ke atas panggung. Lima orang penari bergerak melingkar, memutar, dan berbaris lurus dengan gerak dasar tumit, tangan dan pinggul. Kemudian mereka berpencar dan saling berhadapan satu sama lain dalam bentuk setengah lingkaran. Gerakan tari dilanjutkan dengan penari berjongkok seraya meragakan gerakan memetik padi. Inilah tari Petik Pari, tari khas Pacitan yang ditarikan untuk merayakan hasil panen padi.

Usai menampilkan gerakan utama, kemudian 5 penari melakukan gerak saling berangkulan, memainkan kaki, memutar putran kecil, dan berlanjut ke putaran besar. Empat orang penari mengelilingi 1 penari dan berhenti dengan posisi seolah-olah sedang menyambut penonton. Rupanya gerakan indah ini merupakan gerakan penutup dan para penari kembali ke belakang panggung.
Beberapa daerah masih memegang teguh tradisi penghormatan terhadap Dewi Sri. Figur Dewi Sri menjadi simbol dan kerangka acuan berpikir bagi orang Jawa khususnya petani Jawa di dalam prosesi siklus hidup yaitu perkawinan, memperlakukan rumah dan tanah pertaniannya. Di beberapa tempat mempunyai ritual adat petik pari berupa syukuran. Diciptakan tarian Petik Pari ini salah satu upaya mewacanakan kembali pentingnya prosesi petik padi dalam khasanah budaya Jawa dan nusantara.
Tari Petik Pari merupakan tarian kontemporer yang dikembangkan oleh Anang dari sanggar Blarak Pacitan. Anang dan istrinya dalam setahun terakhir mulai mengeksplorasi budaya lokal untuk diangkat menjadi tarian. Anang dan istrinya bekerja sebagai guru tari dan membina sekitar 500 anak dan remaja di Pacitan, Jawa Timur.
Di sanggar Blarak Pacitan, anak-anak sanggar banyak bereksplorasi gerakan-gerakan dasar tari. "Mereka anak sanggar yang telah menginjak remaja mulai berpotensi menularkan ilmunya, kita perintah untuk melatih adik-adik sanggar yang umurnya dibawahnya. Selain itu kita kirim ke sekolah-sekolah untuk melatik anak didik di SD, SMP dan SMA," tutur Anang dalam pementasan Seni Budaya Pacitan di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), 2 Agustus 2015.
Anang mengungkapkan, tugasnya menciptakan tontonan yang menarik. Dalam dunia tari kontemporer, selain menciptakan gerak-gerak tari, saya selalu mengiringi dengan tradisi dan budaya. "Jadi tari petik pari ini memang mengejawantahkan nilai positif masyarakat agraris di Jawa." ungkapnya.

Kesenian Kalimantan Barat

Melihat dari Dekat Busana Adat Suku Dayak Salako

Image result for Melihat dari Dekat Busana Adat Suku Dayak Salako

     Kebanyakan orang dayak Salako, bertani, berladang, berburu dan menoreh karet, kehidupannya sangat sederhana, tidak mempunyai identitas yang menonjol, seperti layaknya dayak pesisir. Dayak Salako memegang teguh hukum adat istiadat. Dayak Salako menjadi penengah antara suku yang bertikai. Fungsi hukum adat tidak hanya membuat jera, namun tetap mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai.

Desa Bagak Sahwa, Singkawang menyimpan banyak keragaman budaya Dayak Salako. Salah satunya adalah pakaian adat Dayak Salako yang telah dikreasikan oleh Kepala Suku Dayak Salako, FX. Adam. Pakaian adat antara lain, biusuk berupa gelang tangan dan gelang untuk kaki. Sedangkan kapuak merupakan penutup aurat laki Suku Dayak Salako dan celana untuk kaum perempuan. Kandit merupakan sebuah ikat pinggang, ikat kepala warna merah untuk kaum laki-laki dan kedung merah untuk kaum perempuan serta topi dengan paruh burung Enggang yang menjadi ciri khas Suku dayak Salako. Busana Dayak Salako ini dikreasikan sedemikian rupa untuk memperkaya budaya Dayak Salako dan dipakai pada acara adat kebesaran.
Biusuk, kapuak, kandit, rompi perempuan, rompi laki-laki celana, ikat kepala dan topi serta ekor burung Ruai yang menjadi ciri khas Dayak Salako. Di kreasikan dengan memberikan buah dari pohon ipuh yang dirangkai satu persatu menjadi manik-manik yang menghiasi setiap baju adat Dayak Salako. Serabut kulit kayu yang tersisa digunakan untuk membuat beberapa motif penghias dengan menempelkan lem pada masing-masing bahan.
Proses pengerjaan atribut yang dikreasikan berasal dari kulit kayu yang masih basah dipukul sehingga mudah dibentuk, kemudian dijemur. Untuk benangnya digunakan serat pohon nanas, juga digunakan akar-akar kayu di hutan. Sumpit dibuat dari batang kayu tembesi dan diberikan ukiran-ukiran indah. Sedangkan anak sumpit dikreasi sedemikian rupa untuk perlombaan dan tempat sumpit yang juga terbuat dari kulit kayu.
Selama beratus-ratus tahun leluhur dayak Salako menggunakan pakaian yang berasal dari kulit pepohonan. Dalam hal ini, upaya FX. Adam untuk melestarikan warisan leluhur yang pernah berjaya di masanya. Pada masa penjajahan Jepang, baju adat ini masih digunakan. Di negara Belanda, ada dokumen yang mempertegas leluhur suku Dayak Salako yang diabadikan dalam sebuah foto.
Suku Dayak Salako memiliki upacara adat kebesaran meliputi upacara Samsam (upacara Nyepi), Upacara Baketo, (sebuah upacara untuk mengambil kayu di hutan, supaya terhindar dari bahaya dan meminta izin dari penguasa hutan). Upacara Nyang Padi (adat ketika habis merumput kemudian dilakukan dengan ritual). Upacara Nanam Pabanihan (dilakukan cara menabur benih di lahan tertentu). Upacara Tahun Baru Padi, (sembahyang mengambil padi baru). Upacara tersebut menurut FX Adam, bersifat mengikat dalam hukum adat Dayak Salako dan rutin dilakukan setiap tahunnya.
Ruang lingkup Dayak Salako dahulu terpusat di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, setelah mengalami pemekaran, suku Dayak Salako terbagi menjadi 3 kabupaten, antara lain, Sambas, Bengkayang dan Singkawang. Setelah terjadi pemekaran, Dayak Salako meliputi 5 kelurahan antara lain Narangkogn, Pajintan, Sangokulur, Bagak sahwa, dan Mayasopa. 

Kesenian Jawa Barat

Sosok Kepahlawanan Wangsa Suta dalam Tari Wangsa Suta

Image result for Sosok Kepahlawanan Wangsa Suta dalam Tari Wangsa Suta

     
     Perlahan-lahan 7 orang penari yang semuanya laki-laki masuk ke panggung, dengan busana serba kuning layaknya hulu balang kerajaan mereka melakukan gerakan seperti sedang bersiap untuk perang. Gerakan-gerakan yang membentuk formasi seperti siap memanah lawan ini menjadi bagian gerakan tari yang tersaji di tari Wangsa Suta, tari kreasi dari Jawa Barat.

Tari Wangsa Suta termasuk tari kelompok. Tari ini menampilkan sosok Wangsa Suta sebagai pemimpin. Gerakan para penari Wangsa Suta terlihat seperti memperlihatkan aneka bentuk formasi dalam peperangan. Dua penari di depan membentuk formasi dan meloncat dengan rancak sambil berputar. Gerakan-gerakan penari pada awal-awal tarian seperti sedang menggambarkan keadaan akan bersiap perang. Pergerakan tangan dan kaki yang perlahan-lahan dan tatapan mata para penari yang menoleh ke kanan ke kiri sambil berjalan di sekitar area panggung. Tari ini pun semakin hidup dengan iringan musik gamelan yang sekilas seperti alunan musik bali hanya saja ada tambahan bunyi suling.
Latar belakang peristiwa perang yang dialami Wangsa Suta dan pasukannya menjadi inspirasi gerakan dari tarian yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat, ini. Para penari yang kesemuanya pria ini dirias setampan mungkin dengan tujuan mempertegas aksen dari para penarinya. Begitu juga dengan pakaian yang dipakai para penari yang mengedepankan desain dan warna yang bersumber pada seni dan tradisi rakyat Jawa Barat.
Tari Wangsa Suta bercerita mengenai pertempuran Wangsa Suta yang merupakan seorang tokoh pemuda yang membuka lahan Tegalan Gunung Parang menjadi Kota Sukabumi. Tujuan Wangsa Suta membuka lahan yang dalam bahasa Sunda berarti ngababakan ini sebagai syarat apabila ingin menikah dengan buah hatinya Nyi Pudak Arum. Kemudian dalam proses membuka lahan tersebut, Wangsa Suta bertempur dengan algojo utusan Demang Kartala yang menculik Pudak Arum. Setelah melalui peperangan yang hebat, Wangsa Suta pun berhasil mengalahkan algojo tersebut.

Kesenian Jawa Tengah



Ukiran Jepara Warisan Sungging Prabangkara Seniman Jaman Majapahit


Image result for Ukiran Jepara Warisan Sungging Prabangkara Seniman Jaman Majapahit

     Di masa Kerajaan Majapahit, saat Sang Raja Brawijaya berkuasa, ada kisah seorang pelukis dan ahli pahat yang sangat terkenal. Ia bernama Sungging Prabangkara. Banyak karya dan lukisan yang telah dihasilkan oleh Sungging Prabangkara. Sungging Prabangkara dikisahkan sebagai seorang abdi dalem Kerajaan Majapahit yang mempunyai keahlian khusus dalam bidang seni. Begitu terkenalnya Sungging Prabangkara, sampai dia pun ditugaskan melukis dan memahat di Kerajaan Cina. Sebagai delegasi Majapahit, tentu saja Sungging Prabangkara mengambil kesempatan tersebut.
Sebagai seniman lukis, Sungging Prabangkara juga pernah diutus untuk mendatangi Kerajaan Galuh Padjajaran untuk melukis kecantikan Putri Dyah Ayu Pitaloka. Karena kecantikan dan kemiripan lukisan dengan sosok sang putri, akhirnya Raja Majapahit ingin mempersunting Putri Dyah Ayu Pitaloka.
Sungging Prabangkara dikisahkan belajar ukiran di Cina, namun dia memiliki keahlian dasar sebagai pelukis. Kisah Sungging Prabangkara ini diceritakan oleh Legisan, seorang pengrajin ukiran Jepara saat tim IndonesiaKaya.com mengunjungi workshop Adi Putra Galeri miliknya di daerah Mulyoharjo Jepara.
Di kekaisaran Cina, Sungging dikisahkan disuruh untuk melukis seorang permaisuri raja dalam keadaaan tanpa busana. Saking indah dan detailnya lukisan tersebut sampai tergambar tahi lalat di bagian kewanitaan sang permaisuri. Melihat lukisan itu, sang Raja marah karena mengetahui Sungging Prabangkara telah menghianati keinginan sang Raja dengan tidak senonoh melukis bagian terlarang.
Karena kesalahannya, sang Raja memerintahkan Sungging untuk melukis Kekaisaran Cina dari atas. Jaman dahulu belum ada alat yang bisa melihat obyek dari ketinggian. Maka sang Raja menyuruh para prajurit untuk menerbangkan layang-layang yang sangat besar. Layang-layang ini kemudian menjadi media Sungging untuk melihat bangunan kekaisaran Cina dari atas.  Namun karena tiupan angin yang kencang, malapetaka pun terjadi. Beberapa pusaka milik Sungging jatuh dan beterbangan. Benda pusaka yang beterbangan tersebut dikisahkan jatuh di Mulyoharjo belakang gunung Jepara, Pasuruan, dan Bali.
Pusaka milik Sungging Prabangkara yang jatuh di tiga daerah yang berbeda tersebut, kemudian menjadi cikal bakal warga Jepara, Pasuruan, dan Bali untuk meneruskan kesenian mengukir. Pusaka tersebut kemudian dikembangkan menjadi beberapa mata pisau pahat atau tatah.
Benda pusaka berupa tatah, di Jepara dikembangkan dengan jumlah 30 tatah terdiri dari 10 bilah tatah penyilat dan 20 bilah tata penguku. Sedangkan untuk tambahan antara lain, 4 bilah tatah coret, 7 bilah tatah coret bengkok. 10 bilah tatah kol, 2 bilah tatah kol bengkok. 7 bilah tatah propil, 6 bilah tatah penyilat bengkok, 4 bilah tatah pengot dan 5 buah tatah buluk. Masing-masing tatah atau pisau pahat mempunyai fungsi yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan seni ukir yang bernilai tinggi.
Legisan memulai usaha pada tahun 2011, setelah melakukan perantauan dari tahun 1990 ke berbagai daerah seperti Lamongan, Malang, Banyuwangi dan Bali. Di perantauan, Legisan bekerja untuk mengukir, dan mengajarkan ilmu ukir kepada masyarakat setempat. Sejak kembali ke Jepara, tepatnya tahun 2011, Legisan membuka usaha dengan memulai ukiran ikan arwana. Bahan kayu yang digunakan kayu Jati dan kayu lain tergantung permintaan pelanggan.
Proses pengukiran memiliki beberapa proses meliputi penggergajian, pembentukan, dan mulai proses pengukiran yang masuk dalam tahapan rumit. Setelah selesai dilakukan proses finishing yakni dengan menyemprotkan melamin pada ukiran. Proses penyemprotan melamin mempunyai dua motif yakni natural dan dove. Ukiran yang sudah jadi akan terlihat secara jelas urat kayunya.
Untuk hasil yang di ekspor ke Cina tidak dilakukan finishing. Menurut Legisan, teknik finishing di Cina lebih bagus dari yang ada di Jepara. Walaupun Cina dulu sebagai tempat pembelajaran Sungging Prabangkara, namun sekarang mereka malah mengimpor dari Jepara. Hal ini sebenarnya bukan masalah teknik keahlian mengukir, melainkan bahan baku di Cina sudah tidak ada. Sedangkan di Indonesia bahan baku bisa diperoleh dari Klaten, Jawa Timur dan Palembang. Legisan menggunakan kayu tembesi atau dikenal dengan joko kesat sebagai media ukir.
Dalam menjalankan bisnis seni ukir, Legisan berusaha untuk memenuhi permintaan pasar. Permintaan pasar biasanya jenis ukiran ikan arwana, yang marketnya banyak di Korea, Thailand, dan Cina. Permintaan seperti ini menjadi harapan setiap seniman ukir. Namun ditengah permintaan pasar yang besar, Legisan merasakan kurangnya SDM, bahkan menurutnya hampir punah, terutama dari generasi muda.
Untuk sebuah ukiran ikan arwana, dijual mulai harga Rp2,5 juta tergantung pembelinya, apakah dari daerah asal atau dari luar daerah. Legisan tinggal di kawasan sentral industri ukiran Mulyoharjo. Kawasan ini pernah terkenal dipenjuru dunia beberapa tahun yang lalu, karena membuat karya ukir Macan Kurung, ukiran macan yang berada dalam jeruji.

Kesenian Maluku Utara

Batik Ternate, Potensi Dalam Kerajinan Seni Berkualitas


Image result for Batik Ternate, Potensi Dalam Kerajinan Seni Berkualitas

     Batik sudah menjadi sebuah identitas nasional yang dimiliki oleh Indonesia. Sebuah kain dengan motif yang menarik dan penuh nilai-nilai dari satu etnis tertentu. Kini batik tidak hanya dimiliki oleh suku-suku di Jawa saja, namun seiring berkembangnya teknologi tekstil kini hampir setiap wilayah di Indonesia memiliki batik dengan ciri khasnya masing-masing. Salah satu yang baru saja berkembang adalah batik dari kawasan timur Indonesia, yaitu Ternate, Maluku Utara.

Batik di Ternate memang masih sangat muda, baru saja dikembangkan oleh seorang etrepeneur muda bernama Bapak Lani sejak tahun 2010. Walaupun masih sangat baru dikenal di Ternate, namun Batik Ternate mempunyai potensi besar untuk terus dikembangkan dan menjadi ciri khas tersendiri sebagai bagian dari kesenian asli Ternate. Tidak hanya batik yang meniru, tetapi batik Ternate sudah memiliki nilai otentik yang hanya dimiliki oleh hasil seni tekstil ini saja.
Berawal dari ide Bapak Lani yang ingin membuat sebuah karya seni yang dapat dijual dan menjadi ciri khas Ternate, batik Ternate pun mulai dirancang. Tidak hanya sekedar ide, Bapak Lani juga berangkat ke tanah Jawa untuk mempelajari berbagai tekhnik membatik yang nantinya akan diterapkan pada ide batik Ternate miliknya. Setelah beberapa bulan mempelajari secara khusus tentang pembuatan batik, dengan modal seadanya Bapak Lani pun memberanikan diri memulai karyanya. Menurutnya, teknik membatik yang paling cocok diterapkan di kain Batik Ternate adalah dengan cara mengecap. Alasan cara ini dipilih adalah karena masih minimnya seniman batik apabila ingin menggunakan cara dilukis. Selain itu, keterbatasan sumberdaya peralatan pun menjadi masalah yang harus diatasi.
Usaha batik ini pun akhirnya dimulai. Motif yang dipilih adalah berbagai motif yang mencirikan Ternate seperti senjata khas Ternate, pohon kelapa, cengkeh pala, bahkan motif Kepulauan Maluku Utara. Semua motif ini dibuat dalam cetakan kayu yang dipesan langsung dari Jawa. Akhirnya, Batik Ternate yang diberi nama Batik Tubo ini pun siap untuk produksi dan dijual ke khalayak umum.
Untuk membuat sebuah kain batik diperlukan waktu sekitar 1 hari penuh hingga siap jual. Pertama kain polos yang sudah dipotong sesuai ukuran dibentangkan dan siap untuk proses pewarnaan serta pengecapan. Setelah kain tersebut selesai diberi motif, kain harus direndam dalam air khusus untuk menjaga warnanya tetap cerah. Setelah itu, bila masih ada motif yang ditambahkan, kain akan kembali ke tahap pertama lagi. Selanjutnya, kain akan diberi semacam lilin yang akan menjaga warna dan kain tetap awet walaupun disimpan bertahun-tahun. Tahap terakhir adalah pengemasan dan kain pun siap dijual dengan kisaran harga antara 60.000-200.000 rupiah tergantung jenis kain dan besarannya.
Batik Ternate adalah karya seni yang masih baru dimiliki oleh Ternate. Memang pada saat ini, baru Bapak Lani saja yang mengembangkannya, namun Bapak Lani tidak mau memonopoli karya seni ini sendiri. Ia terus mengembangkan kerajinan seni ini untuk diajarkan kepada para pengusaha batik lain yang memiliki visi sama seperti Bapak Lani, yaitu menjadikan Ternate lebih dikenal lagi di dalam negeri maupun mancanegara melalui industri kain batik khasnya.

Kesenian Bali

Tari Topeng Tua, Refleksi Lelaki Tua di Usia Senja

Image result for Tari Topeng Tua, Refleksi Lelaki Tua di Usia Senja

   
  Tari topeng merupakan bagian drama tari tradisional Bali. Selain dipentaskan sebagai pertunjukan hiburan, ada pula jenis tari topeng yang menjadi pelengkap dari upacara keagamaan. Salah satu tari topeng yang memiliki fungsi dalam kedua hal tersebut adalah tari topeng tua, yang disebut juga tari werda lumaku.

Tari topeng tua menampilkan seorang penari dengan busana yang megah dan mengenakan topeng kayu dari kayu ylang-ylang. Dari raut wajahnya, terlihat tokoh yang diperankan adalah pria berusia senja.

Saat pertunjukan, sang penari akan berjalan mengelilingi panggung dan menari dengan gerakan yang lambat. Sesekali, sang penari menghela napas putus-putus dan membuat gerakan menyapu keringat dari topengnya dengan gaya jenaka. Koreografi yang dibawakan penari menggambarkan sang pria tua sedang terkenang akan masa mudanya.

Sebagai tari yang memiliki nilai kesakralan, tari topeng tua biasanya dipentaskan dalam ritual peringatan piodalan. Pada peringatan yang diadakan setiap 6 bulan dalam sistem penanggalan Bali tersebut, tari ini akan dipentaskan bersama dengan jenis tari topeng lainnya yang menjadi satu kesatuan dengan sebutan topeng panca. Selain topeng tua, topeng panca terdiri dari topeng dalem, topeng keras, topeng keras bues, dan tokoh penasar (penutur cerita). Selain dipentaskan sebagai bagian dari ritual keagamaan, tari topeng tua dan beberapa komponen topeng panca lainnya juga dipentaskan dalam format yang lebih singkat sebagai tari non-ritual.

Selain menjadi bagian dari topeng panca, tari topeng tua pun ditampilkan sebagai pembuka tari sakral lainnya, yaitu tari topeng pajegan. Tari topeng pajegan hanya dipertunjukan pada upacara keagamaan. Selain itu, semua tokoh yang ada dalam pertunjukan tari ini dibawakan oleh seorang penari. Sang penari akan memerankan tokoh-tokoh berbeda dengan tampilan topeng, penutup kepala, serta gestur yang berbeda.

Kesenian Sumatra Selatan



Pertarungan Hitam dan Putih dalam Sendratari Konga Raja Buaye


Image result for Pertarungan Hitam dan Putih dalam Sendratari Konga Raja Buaye

     Sendratari Konga Raja Buaye merupakan tari kreasi yang diangkat dari sebuah legenda masyarakat Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Legenda tersebut menceritakan tentang raja buaya yang mengancam keberadaan masyarakat di sebuah dusun di Musi Rawas. Raja buaya ini merupakan jelmaan dari seorang puteri yang sangat cantik.
Kemudian datanglah seorang pemuda yang mempunyai rupa yang begitu tampan. Tanpa pertumpahan darah, sang raja buaya mampu ditaklukan oleh sang pemuda tesebut, hingga akhirnya masyarakat terbebas dari ancaman buaya-buaya pemangsa.
Dilihat dari segi kostum yang dikenakan, para penari sendratari Konga Raja Buaye dibagi atas tiga kategori peran, yaitu masyarakat, para buaya, dan pasukan pemuda tampan. Penari yang memerankan masyarakat mengenakan pakaian tradisional perempuan Sumatera Selatan, sedangkan para buaya mengenakan topeng rupa buaya lengkap dengan lidah yang menjulur, dan pasukan pemuda mengenakan pakaian tradisional laki-laki Sumatera Selatan, yaitu baju kurung yang dilengkapi dengan ikat kepala.
Sementara dari segi musik yang mengiringi, sendratari ini diiringi oleh musik melayu Sumatera yang dihasilkan dari perpaduan berbagai alat musik, baik tradisional maupun modern. Alat musik tersebut antara lain seperti, gendang doll, perkusi, akordian, bass, gitar, drum, hingga organ.
Sebagai pementasan tari hasil adaptasi dari sebuah cerita legenda, sendratari Konga Raje Buaye tidak memiliki pakem gerak tarian. Gerak tari digunakan hanya ketika terjadi pertarungan antara pasukan buaya dengan pasukan pemuda tampan. Sendratari Konga Raja Buaye hanya ingin menyampaikan pesan universal dari cerita legenda raja buaya, yaitu apapun alasannya kekuatan jahat akan selalu dikalahkan oleh kekuatan baik.