anjing laut

Rabu, 29 Januari 2020

Definisi Kesenian

Image result for kesenian



   Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat.


Berikut ini adalah pengertian dan definisi kesenian menurut beberapa ahli:


# KOTTAK

seni sebagai kualitas, hasil ekspresi, atau alam keindahan atau segala hal yang melebihi keasliannya serta klasifikasi objek-subjek terhadap kriteria estetis


# J.J HOGMAN
Kesenian adalah sesuatu yang mempunyai unsur ideas, activities, dan artifacts


# KUNTJARANINGRAT
Kesenian adalah suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan dimana kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat dan biasanya berwujud benda-benda hasil manusia.


# WILLIAM A. HAVILAND
Kesenian adalah keseluruhan sistem yang melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif di dalam sebuah kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu


# IRVING STONE
Kesenian adalah kebutuhan pokok. Seperti  roti atau anggur atau mantel hangat dimusim dingin. Mereka yang mengira kesenian adalah barang mewah, pikirannya tidak utuh. Roh manusia menjadi lapar akan kesenian seperti halnya perutnya keroncongan minta makan


Kesenian Jawa Timur

Kisah Cinta Roro Suminten dan Raden Subroto dalam Warok Suromenggolo

Image result for Kisah Cinta Roro Suminten dan Raden Subroto dalam Warok Suromenggolo Home Kesenian Jawa Timur

   Warok Suromenggolo merupakan salah seorang pembesar pasukan (manggala) yang berasal dari Kadipaten Ponorogo, Jawa Timur. Sisi kehidupannya penuh intrik politik namun menyimpan kisah cinta yang cukup romantis. Anak Suromenggolo bernama Roro Warsiyani yang mencintai Raden Subroto anak Adipati Ponorogo dipentaskan dengan apik lewat pagelaran seni dan teatrikal tradisional bertitel Warok Suromenggolo. Para pemain yang memainkan seni teater Dongkrek ini dimainkan oleh Paguyuban Reog Ponorogo Jabodetabek di Sasono Langen Budaya, Taman Mini Indonesia Indah pada Juli lalu.
Ponorogo sebagai kadipaten dari Kerajaan Majapahit di masa kekuasaan Bhre Kertabumi yang bergelar Brawijaya V (1468-1478), menyimpan sejarah mengenai sosok Raden Panembahan Batara Katong adik dari Raden Patah, Sultan Demak. Raden Batara Katong sendiri mempunyai sosok pengawal (manggala) kerajaan yang amat setia bernama Warok Suromenggolo, yang sakti mandraguna. Ponorogo dibawah pemerintahan Adipati Raden Batara Katong, mengalami kemajuan dan kemakmuran, Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karto Rahajo. Namun ketika ia sudah menua, kepemimpinan beralih kepada anaknya, Panembahan Agung.
Banyak intrik yang akan dilancarkan untuk memberontak kepada Panembahan Agung. Warok yang terkenal selain Suromenggolo antara lain, Suro Handoko,Gunoseco, Honggojoyo, dan Sino Kobra, ingin memberontak dan maksud ini diendus oleh Suromenggolo. Suromenggolo bertekad mempertahankan kepemimpinan yang ada.
Dalam teater Dongkrek ini, dikisahkan Jin Kluntung Wuluh menari diiringi bala tentaranya yang melingkar mengitari dengan gerak loncat kesana kemari. Kemudian muncul sosok tokoh pemuda memerankan Jin Kluntung Mungil dengan muka yang sangar mengadu kepada ayahnya Jin Kluntung Wuluh, bahwa dirinya ingin menikahi seorang wanita anak manusia. Namun sang Kluntung Mungil malah menampar anaknya.
Si Jin Kluntung Mungil ditolak untuk menikahi Cempluk atau Roro Warsiyani anak  Suromenggolo. Sang ayah Kluntung Wuluh mengatakan kepada anaknya, "Anak polah bopo kepradah, anak bertingkah bapaknya ikut terkena imbasnya".
Atas masalah anaknya, sang ayah Kluntung Wuluh mencoba membangunkan seorang petapa yakni Warok Suro Handoko, dengan mengeluarkan ilmu sakti yang dimiliki Jin Kluntung Wuluh, Warok Surohandoko pun terbangun dari pertapaannya dan membuat pasukan jin kocar-kacir.
Warok Surohandoko yang terbangun kemudian meminta kepada Raja Jin Kluntung Wuluh penguasa Gunung Dloka, untuk menjadikan dirinya seorang Warok yang paling unggul di wilayah Ponorogo, dengan mengalahkan kakaknya warok Suromenggolo. Raja Jin Kluntung Wuluh kemudian memberikan syarat bahwa Anaknya harus bisa menikah dengan Cempluk, anak dari Warok Suromenggolo.

Sebuah pusaka diberikan oleh Jin Kluntung Wuluh kepada Warok Surohandoko, berupa Aji dawet upas, berupa minuman yang berbahan cendol yang terbuat dari mata manusia. Melalui Aji Dawet Upas, Suromenggolo akan menderita luka bakar dan jatuh pingsan.
Warok Suromenggolo yang berpegang teguh dengan ajaran kemanusiaan, bertempur dengan adiknya Warok Surohandoko. Keduanya menggunakan kekuatan kanuragannya dan senjata yang sama yakni kolor sakti. Warok Suromenggolo memenangkan pertarungan itu.
Kemudian para penari jatilan masuk ke panggung, terdiri dari 8 orang penari putra dan 8 orang penari putri. Mereka saling bergantian menari antara putra dan putri. Diantara mereka juga terjadi parodi-parodi yang menyebabkan penonton tertawa. Sampai akhirnya masuklah reog ke atas panggung berputar-putar menari dan beratraksi.
Adegan dilanjutkan dengan Roro Suminten yang masuk ke panggung. Roro Suminten merupakan anak dari Warok Gunaseco yang mencintai Raden Subroto. Namun Warok Suromenggolo mengatakan kepada Roro Suminten bahwa Raden Subroto tidak mencintai Roro Suminten melainkan mencintai Roro Warsiyani (Cempluk). Mendengar cerita tersebut, Roro Suminten pun pingsan, tersadar dan menangis meratapi Raden Subroto. Persiapan perkawinan menjadi gagal dan undangan tersebar luas, akhirnya Roro Suminten menjadi gila. Keluarga Warol Gunaseco pun menjadi dendam, berkeinginan untuk membunuh Cempluk.
Terjadilah mediasi antara Warok Suromenggolo dan Gunaseco. Si Suromenggolo berdebat dengan Warok Gunaseco terkait dosa Cempluk, sehingga harus dibunuh. Mediasi menemui jalan buntu dan berakhir dengan perkelahian keduanya. Ketika Warok Gunaseco mulai kalah munculah Warok Surohandoko dengan menyiramkan Aji Dawet Upas ke muka Warok Suromenggolo mengenai mata Warok Suromenggolo. Namun luka tersebut sembuh seketika dengan pusaka Ruyung Bang pemberian sang Guru Batara Katong. Warok Suromenggolo akhirnya mengajak duel keduanya. Ketika keduanya hampir kalah, munculah Warok Singobowo dari Perguruan Argo Wilis, mendamaikan ketiganya yang bertikai.
Tak lama kemudian, Roro Suminten yang gagal menikah dengan Raden Subroto, hadir diatas panggung dengan istrinya Roro Warsiyani (Cempluk) muncul ke atas panggung, dengan menggunakan jaran kepang (kuda lumping) dan berceloteh tak tahu arah, layaknya orang gila. Perlahan-lahan Roro Suminten mulai sadar dari gilanya, berkat kesaktian Warok Suromenggolo. Setelah sembuh, Warok Suromenggolo meminta Raden Subroto untuk mempersunting Roro Suminten sebagai istri keduanya. 

Kesenian Jawa Barat



Dua sisi Kehidupan Manusia dalam Tari Kedok Ireng

Image result for Dua sisi Kehidupan Manusia dalam Tari Kedok Ireng

   Manusia memiliki dua sisi yang selalu melekat dalam dirinya yakni baik dan buruk. Sepanjang hidupnya, terkadang manusia harus menggunakan topeng untuk menutupi identitasnya. Topeng atau yang biasa disebut kedok ini akan terus melekat selama manusia menjalani kehidupannya. Dua sisi kehidupan inilah yang menjadi inspirasi dari tari kedok ireng tarian yang berasal dari Jawa Barat.
Pada awal tarian, tiga orang penari duduk bersila di tengah panggung. Dengan kostum berwarna cerah, kemudian mereka membungkuk dan tidak lama mereka berdiri dan sudah memakai topeng yang berwarna merah muda. Kemudian dari samping panggung muncul tujuh penari yang melengkapi formasi tari kedok ireng. Dengan gerakan yang lentur, mereka berpasang-pasangan menari-nari dengan menggunakan topeng. Formasi berpasangan ini seperti menandakan bahwa dua sisi baik dan buruk akan selalu ada dalam diri manusia.
Kesepuluh penari terlihat semakin enerjik dengan sesekali melompat dan melemparkan selendang. Di lain gerakan, mereka juga melepas topeng dan berputar-putar. Para penari juga sesekali membentuk formasi seperti ingin memberikan sambutan kepada penonton. Dengan iringan musik yang berasal dari kendang dan gamelan yang rancak, gerakan-gerakan penari ini semakin menarik untuk disaksikan.
Kedok ireng sendiri berasal dari dua kata yang memiliki arti berbeda. Kedok memiliki arti sebagai penutup wajah dan ireng berarti hitam. Secara umum, kedok ireng memiliki makna gambaran hidup seorang manusia yang dilihat dari sisi baik dan buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan pada dua sisi kehidupan yang akan selalu melekat dalam diri manusia hingga sang maut menjemput.

Kesenian Jakarta

 Tanjidor, Riwayat Musik Eropa yang Melegenda di Jakarta


Image result for Tanjidor, Riwayat Musik Eropa yang Melegenda di Jakarta
     
    Kesenian Betawi ini sudah mulai jarang ditemukan, keberadaannya hanya bisa kita lihat pada hajatan-hajatan besar warga Betawi di Jakarta. Inilah tanjidor, kesenian tradisional Betawi yang melibatkan beberapa orang pemain musik untuk memainkannya.
Tanjidor pertama kali masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-18 yang saat itu dimainkan untuk mengiringi atau mengarak pengantin. Musik tanjidor sendiri mendapatkan pengaruh kuat dari musik Eropa. Dalam kesenian tanjidor terdapat beberapa alat musik seperti trombone, terompet, klarinet, piston, drum, dan simbal.
Sejarah nama tanjidor berasal dari kata dalam bahasa Portugis 'Tangedor' yang memiliki arti alat-alat musik berdawai (Stringed instrumens). Saat ini, di Portugal sendiri tanjidor masih digunakan untuk mengikuti pawai-pawai keagamaan seperti pesta Santo Gregorius.
Di Jakarta tanjidor biasanya dimainkan 7 sampai 10 orang pemain musik. Para pemain Tanjidor kebanyakan berasal dari kota-kota di luar Jakarta, seperti di daerah Tangerang, Bekasi, Depok, dan Indramayu. Orkes-orkes tanjidor ini biasa memainkan lagu-lagu antara lain kramton, Bananas, cente manis, kramat karem, merpati putih, dan surilang. 

Kesenian Papua Barat



Adaptasi Dalam Makna Lagu Atawenani


Image result for Adaptasi Dalam Makna Lagu Atawenani

     Nada-nada indah terdengar mengiringi sebuah tarian khas Suku Moy yaitu Tari Wutukala. Tarian yang berasal dari wilayah pesisir Sorong ini bercerita tentang upaya penangkapan ikan dengan menggunakan air tuba. Lagu daerah yang mengiringi pun bercerita tentang hal yang tidak jauh berbeda dan lagu ini berjudul Atawenani.
Sama seperti Tari Wutukala, Lagu Atawenani juga merupakan lagu daerah khas suku Moy. Lagu ini berirama cepat dan bernuansa gembira. Atawenani menceritakan tentang kisah para nelayan suku Moy yang mencari ikan dengan tombak, namun mengalami kesulitan. Hingga pada akhirnya, para kaum wanita membawa racun tuba yang membuat ikan-ikan pusing dan akhirnya mudah untuk ditangkap. Atawenani adalah sebuah lagu pengiring tari Wutukala dengan makna yang berisi ucapan syukur dan kebahagiaan Suku Moy.
Lagu Atawenani akan dimulai dengan sebuah hentakan bertempo cepat di awal tarian Wutukala. Para Penari pria pun masuk dan menggambarkan usaha mereka dalam mencari ikan dengan tombak. Lagu di awal tarian ini tidak menggunakan banyak instrument dan lebih menekankan pada syair yang diucapkan dengan tegas. Syair lagu ini bercerita tentang bagaimana para pria suku Moy berjuang mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan pangan suku tersebut.
Para pria ini kesulitan mendapat ikan dan lagu pun berhenti tiba-tiba. Lagu kembali dimainkan dengan instrumen musik yang ramai. Para penari wanita pun masuk membawa sebuah inovasi dalam mencari ikan dengan menggunakan racun tuba. Irama musik berangsur cepat dan ramai, seolah menggambarkan kegembiraan. Para penari pun kini berbaur dan melakukan gerakan yang menggambarkan kegembiraan mereka karena mendapatkan ikan yang begitu banyak.
Lagu akan terus mengiringi liukan badan para penari. Atmosfer semangat dan bahagia begitu tergambar dari perpaduan gerak tari dan lagu Atawenani. Lagu ini pun berfungsi memberi semangat tambahan bagi para penari sehingga mereka dapat bergerak semangat dan tersenyum ketika membawakan tari Wutukala.
Pada awalnya, lagu Atawenani hanyalah lagu pengiring tarian yang dibawakan dengan alat-alat musik tradisional seperti Tifa (alat tabuh khas Papua) atau Taburah (alat tiup Papua yang berasal dari cangkang kerang raksasa). Namun, seiring perkembangan jaman para musisi suku Moy mulai menggunakan alat musik modern yang berupa gitar untuk mengiringi nyanyian. Kini, lagu Atawenani pun semakin meriah dan bersemangat termasuk di dalam acara-acara adat yang ditampilkan bagi kepentingan pariwisata.
Lagu Atawenani adalah salah satu hasil kesenian khas Papua Barat yang beradaptasi dengan perkembangan jaman modern. Lagu ini adalah sebuah peringatan penuh makna sekaligus daya tarik seni dalam dunia pariwisata. Atawenani adalah sebuah hasil karya dinamis tradisional Papua Barat yang tak lekang dimakan waktu tetapi justru bertumbuh dengan evolusi penyempurnaan. Pada akhirnya, Atawenani adalah sebuah kearifan lokal tradisional Papua yang harus tetap terjaga kelestariannya demi generasi mendatang.

Kesenian Maluku



Tari Salai Jin yang Mistis dan Keberadaannya Kini


Image result for Tari Salai Jin yang Mistis dan Keberadaannya Kini

     Mata yang tajam melihat fokus ke depan. Butiran peluh keringat menetes perlahan dari wajah. Beberapa orang bahkan mengecapkan bibirnya seakan ragu akan apa yang akan dilakukan. Kaki-kaki telanjang itu bergantian terangkat tanda bahwa lantai yang diinjak mulai terasa panas. Tubuh mereka seakan terasa berat sebelum dimulainya tarian. Inilah mereka para penari Tarian Salai Jin.
Salai Jin adalah sebuah tarian yang berasal dari Ternate, Maluku Utara. Tarian ini sarat akan nilai magis dan merupakan tarian etnik suku asli Ternate. Inti dari tarian ini adalah sebuah pesan terhadap para makhluk gaib yang berupa Jin. Pada masa lalu, tarian ini dipakai oleh nenek moyang masyarakat Ternate untuk berkomunikasi dengan bangsa Jin yang berada di alam gaib. Tujuan dari komunikasi ini adalah meminta bantuan para Jin untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh manusia. Salah satu persoalan yang paling sering menjadi alasan tarian ini diadakan adalah penyakit yang diderita oleh salah seorang anggota keluarga.
Biasanya tari Salai Jin memang dilakukan secara berkelompok. Tidak ada masalah bila yang melakukan pria seluruhnya, sebaliknya, atau campuran antara pria dan wanita. Yang pasti jumlah sang penari haruslah genap untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Walaupun demikian, penari tarian ini biasanya akan mengalami kemasukan roh halus yang berupa Jin. Hal ini masih terjadi hingga masa modern ini dan situasi ini adalah nilai lebih dari tarian ini.
Para penari pun memasuki arena tari. Kelompok pria memasuki pelataran terlebih dahulu. Mereka sudah siap memegang sebuah tempat dengan kemenyan yang sudah dibakar. Langkah mereka begitu tertata dan dengan perlahan gerakan-gerakan yang tampak mistis pun mereka lakukan. Api kemenyan menimbulkan asap yang muncul di tengah-tengah tarian mereka, hal ini semakin menambah aura magis di lokasi mereka menari.
Suasana semakin tegang ketika kelompok wanita pun masuk dan membaur dalam barisan para pria. Mereka membawa seikat daun palem (woka) yang kering di tangan mereka sebagai pelindung mereka dari kekuatan roh jahat. Gerakan demi gerakan pun mereka lakukan hingga para penari wanita berlutut di tengah-tengah kelompok pria yang memegang bakaran kemenyan. Para wanita terlihat mulai tidak sadarkan diri dan memutar bagian atas tubuh mereka mengikuti irama lagu yang menambah nilai magis tarian ini.
Tarian ini pada awalnya tidak boleh sembarangan ditarikan. Hanya orang-orang yang sudah terpilih dan memiliki kekuatan menangkal kekuatan gaib saja yang dapat membawakan tarian ini. Namun seiring perkembangan waktu, ketika tarian ini kemudian menjadi sebuah atraksi pariwisata di Ternate, tarian ini pun mengalami beberapa modifikasi. Bakaran kemenyan tidak lagi menjadi keharusan dan dapat digantikan dengan arang biasa yang berasal dari tempurung kelapa. Selain itu, pakaian para penari pun sudah mengikuti gaya modern dengan warna-warna mencolok yang menarik untuk dilihat.
Walaupun kehadiran Jin dan proses kemasukan roh halus di tubuh para penari sudah jarang terjadi, namun kondisi magis tetap dipertahankan dengan musik, mimik wajah, dan gerakan para penari yang menyiratkan hal mistis. Situasi ini penting untuk dipertahankan karena para penari menyadari bahwa daya tarik tarian ini memang ada di nilai kemagisannya. Bahkan, tarian ini seringkali menjadi pilihan utama sebagai salah satu tari penyambutan ketika tamu-tamu kenegaraan datang mengunjungi Ternate

Kesenian Nusa Tenggara Timur



Sasando, Alat Musik Berdawai Khas Pulau Rote


Image result for Sasando, Alat Musik Berdawai Khas Pulau Rote

     Alat musik yang satu ini konon sudah digunakan masyarakat di Rote, Nusa Tenggara Timur sejak abad ke-7. Inilah sasando, alat musik khas Pulau Rote yang sekilas mirip gitar.
Sasando memiliki bagian utama berbentuk tabung panjang yang terbuat dari bambu. Pada bagian tengah alat musik berdawai ini berbentuk melingkar dari atas ke bawah. Dawai-dawai pada sasando direntangkan di tabung dari atas ke bawah yang sudah diberi ganjalan-ganjalan.
Berdasarkan struktur nada, sasando dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, sasando gong dengan sistem nada pentatonik memiliki dua belas dawai. Sasando jenis ini biasanya hanya bisa digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional masyarakat di Pulau Rote.
Kedua adalah sasando biola. Sasando ini memiliki sistem nada diatonik dengan jumlah dawai mencapai 48 buah. Kelebihan dari sasando ini terletak pada jenis lagu yang bisa dimainkannya lebih bervariasi. Sasando ini diperkirakan mulai berkembang di akhir abad ke-18 dan berkembang di Kupang.   
Sasando biasanya dimainkan untuk mengiringi lagu pada tarian tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 1960-an, alat musik ini telah dimodifikasi menjadi sasando elektrik atas prakarsa seorang pakar permainan sasando di NTT bernama Edu Pah.